Situs Sililin

Di Dusun Sililin, Desa Kiringan, terdapat sebuah makam kuno yang diyakini sebagai tempat peristirahatan salah satu keturunan Prabu Brawijaya V, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Keberadaan makam ini menjadi penanda penting hubungan sejarah antara Desa Kiringan dan trah besar Majapahit.

Mengenal Situs Sililin

Di Dusun Sililin, Desa Kiringan, terdapat sebuah makam kuno yang diyakini sebagai tempat peristirahatan salah satu keturunan Prabu Brawijaya V, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Keberadaan makam ini menjadi penanda penting hubungan sejarah antara Desa Kiringan dan trah besar Majapahit.

Menurut silsilah yang tertulis dalam prasasti di lokasi tersebut, Brawijaya V meninggalkan banyak keturunan yang tersebar ke berbagai wilayah. Beberapa di antaranya adalah Ki Ageng Cucu Dhepok yang tinggal di Cengklik Wetan Bayat, Ki Ageng Cucu Telon di Bero Pedan, dan Ki Ageng Joyowitono yang jejaknya sampai ke Banten. Dari Joyowitono inilah lahir para penerus bergelar Proyowadono, yang garis keturunannya kemudian terhubung hingga ke Kasultanan Yogyakarta.

Makam yang berada di Dusun Sililin ini dipandang sebagai salah satu titik penting dalam penyebaran garis keturunan tersebut. Masyarakat menyebut area makam ini sebagai pamijen, yaitu tanah pusaka leluhur yang tidak boleh diganggu atau dialihfungsikan. Hingga saat ini, tempat tersebut tetap dihormati dan menjadi pusat kegiatan tradisi desa, terutama pada saat nyadran atau ruwahan, ketika warga berkumpul, berdoa, dan memberikan penghormatan kepada para leluhur.

Keberadaan Pamijen Sililin tidak hanya menjadi bukti jejak Majapahit di wilayah Boyolali, tetapi juga menegaskan bahwa sebuah desa kecil pun dapat menyimpan hubungan erat dengan sejarah besar peradaban Nusantara.

Cerita Leluhur di Pamijen Sililin

Bayangkan berjalan menyusuri jalan kecil menuju Pamijen Sililin di Desa Kiringan. Suasananya teduh, angin berhembus lembut seolah membawa kembali suara-suara dari masa lampau. Di tempat tenang inilah berdiri sebuah makam kuno yang diyakini sebagai peristirahatan salah satu keturunan Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.

Alkisah, setelah keruntuhan Majapahit, para putra dan cucu Brawijaya menyebar ke berbagai penjuru. Ada yang tinggal di Bayat, di Pedan, hingga ke wilayah Banten. Dari garis keturunan inilah lahir tokoh-tokoh penting yang kemudian menurunkan generasi Proyowadono, yang silsilahnya tersambung sampai ke Kerajaan Mataram dan Kasultanan Yogyakarta.

Bagi masyarakat setempat, makam di Sililin bukan sekadar tempat pemakaman. Ia menjadi penghubung antara desa yang sederhana dengan sejarah besar Nusantara. Setiap kali tradisi nyadran digelar, warga berkumpul di tempat ini. Mereka membawa tumpeng, melantunkan doa, dan menyanyikan tembang sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur, sekaligus menjaga keseimbangan dengan alam dan sesama.

Pamijen Sililin mengajarkan bahwa di balik kehidupan desa yang sederhana, tersimpan kisah besar tentang kejayaan Majapahit, perjalanan para raja, dan warisan yang masih dijaga dengan penuh rasa hormat oleh masyarakat Boyolali hingga hari ini.

Kisah Babad Trah Brawijaya di Sililin

Dalam kisah lama diceritakan, ketika kejayaan Majapahit mulai memudar dan kerajaannya meredup, Prabu Brawijaya V meninggalkan banyak putra dan cucu. Mereka kemudian berpencar ke berbagai arah, ada yang menuju wilayah pesisir, ada yang masuk ke pedalaman, dan sebagian memilih mengembara jauh ke tanah seberang.

Di antara keturunan tersebut, muncul tokoh yang dikenal sebagai Ki Ageng Cucu Dhepok, yang menetap di Cengklik Wetan, Bayat. Di tempat inilah sebagian garis keturunan Brawijaya kembali menancapkan akar, dekat dengan daerah subur dan rawa besar yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Ada pula Ki Ageng Cucu Telon, yang berdiam di Bero, Pedan. Nama “Telon” dipercaya melambangkan generasi ketiga dari trah tersebut. Pedan yang kala itu menjadi pusat perdagangan, menjadikan ajaran-ajaran leluhur tetap dijaga, meski penyebaran Islam semakin luas.

Tokoh lainnya, seperti Ki Ageng Kreti Pamancut dan Ki Ageng Angun-Angun, juga menempuh perjalanan masing-masing. Angun-Angun dikenal sebagai sosok halus dan penyabar, seorang panutan yang banyak dimintai nasihat oleh rakyat kecil. Namun yang paling banyak disebut dalam berbagai babad adalah Ki Ageng Joyowitono. Konon, ia berasal dari garis keturunan yang pernah tinggal di Banten, membawa semangat ajaran Islam sembari tetap menjaga darah Majapahit. Dari Joyowitono inilah lahir penerus bergelar Proyowadono, dari generasi pertama hingga kelima, yang menjadi penjaga nama besar leluhur di pedalaman Jawa.

Seiring berjalannya waktu, sebagian garis keturunan ini terhubung dengan Mataram Islam, hingga sampai pada masa Hamengku Buwono I di Yogyakarta. Dari sini terlihat bahwa darah Brawijaya tidak pernah benar-benar padam; ia hidup melalui kerajaan-kerajaan penerus.

Di Dusun Sililin, Desa Kiringan, Boyolali, makam salah satu keturunan tersebut masih dijaga dengan penuh hormat. Masyarakat menyebutnya pamijen, tanah pusaka leluhur yang tidak boleh diganggu. Setiap tradisi nyadran, warga berkumpul untuk menyalakan doa, membawa tumpeng, dan melantunkan tembang. Mereka percaya bahwa menghormati Sililin berarti menjaga hubungan dengan Majapahit, Mataram, dan para leluhur yang mewariskan kebijaksanaan.

Maka, meskipun kerajaan besar itu telah lama runtuh, jejak Prabu Brawijaya tetap hidup di hati masyarakat. Dan Sililin menjadi saksi bahwa Boyolali pun memiliki bagian penting dalam sejarah besar Nusantara.

Desa Wisata Kiringan Lestari

Pasar Ngat Legi

Cari pengalaman kuliner otentik di Boyolali yang tak terlupakan? Pasar Ngat Legi jadi pilihan!

Masjid Soejoedan

Arsitekturnya yang khas memadukan filosofi bangunan Jawa dengan fungsi religius, menciptakan suasana yang teduh dan khusyuk

Mata Air Dewi Pancuran

Mata Air Dewi Pancuran bukan sekadar sumber air, melainkan sumber kehidupan dan legenda bagi masyarakat Desa Kiringan

Event Kiringan Lestari

Jelajahi Sekarang Juga

Wisata Edukasi

Belajar tak harus di ruang kelas. Di Desa Kiringan, wisata edukasi menghadirkan pengalaman langsung—dari sejarah candi, tradisi budaya, hingga kearifan lokal yang penuh makna

Wisata Budaya

Jelajahi jejak sejarah dan tradisi yang hidup di Desa Kiringan, dari pesona candi kuno hingga kekayaan budaya yang diwariskan turun-temurun.

Wisata Kuliner

Setiap sajian kuliner di Desa Kiringan bukan hanya makanan, melainkan cerita tentang budaya, tradisi, dan kehangatan masyarakatnya